METODE PEMBELAJARAN KELAS YANG AKTIF, INOVATIF, KREATIF,
EFEKTIF DAN MENYENANGKAN
KARYA ILMIAH
Diajukan dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Oleh :
Nama : Sukmawati Samudra
NPM : 12210055
Kelas : 2 A
Prodi : PPKn
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah
yang berjudul “Metode Pembelajaran Kelas Yang Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan” ini telah disetujui untuk dijadikan
Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia pada
hari :
tanggal :
Dosen
Pengampu
Soleh
Amin, M.Pd
MOTO DAN PERSEMBAHAN
Moto
"Seorang ibu tidak pernah memintamu untuk
meletakkan dunia di tangannya, namun tutur kata yang halus, perangai yang
santun, prilaku yang bertanggung jawab dari seorang anak adalah kebahagiaan
buat seorang Ibu"
Persembahan
Karya ilmiah ini penulis persembahkan
untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia. Juga Orang Tua yang selalu mendukung
dalam pembuatan Karya Ilmiah ini. Ibu yang selalu membimbing saya dalam
pembuatan karya ilmiah ini dan ayah yang memberi material sehingga karya ilmiah
ini dapat selesai dengan tepat waktu.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah
ini tepat pada waktunya. Dengan judul “Metode
Pembelajaran Kelas Yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan”.
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada dosen Bahasa
Indonesia yang telah membimbing saya dalam menyusun karya ilmiah ini. Karya
ilmiah yang saya buat ini mengangkat tema atau judul tentang “Metode
Pembelajaran Kelas Yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenagkan ”. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi nilai Bahasa Indonesia
yang ditugaskan oleh dosen mata pelajaran yang bersangkutan. Dan tidak lupa
saya ucapkan kepada :
1. Bpk. Muhdi, M.Hum selaku Rektor IKIP
PGRI Semarang
2. Semua dosen FPIPS
yang
telah memberikan sarana dan prasarana serta membantu penulis dalam menyusun dan
menyelesaikan karya ilmiah ini.
Penulis mohon ma’af apabila dalam pembuatan karya ilmiah ini
masih terdapat kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan penulis dari pembaca demi kesempurnaan karya ilmiah ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Semarang, April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL……………………………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………...…………………ii
MOTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………...…………………iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………...………………… iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………..…………………v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang…………………………………………………...………………… 1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………..………………… 1
1.3. Tujuan……………………………………………………………………………… 2
1.4. Metode Penelitian………………………………………………..………………… 2
1.5. Sistematika Penulisan…………………………………………....………………… 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Peran Guru Dalam Proses Belajar
Mengajardan Prinsip-Prinsip Umum
Metodologi Pengajaran…………………………………………………..………………… 4
Metodologi Pengajaran…………………………………………………..………………… 4
2.1.1. Peran
guru………………………………………………..……………… 4
2.1.2. Prinsip-Prinsip Metodologi
Pengajaran…………………………………… 6
2.1.3. Dasar-Dasar
Metode Pendidikan………………………...………………… 8
2.1.4.
Prinsip-Prinsip Metode Mengajar………………………..………………… 11
2.1.5.
Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Memilih
MetodeMengajar………………………………………………...……………… 13
2.2.
Kondisi Belajar Mengajar Yang Efektif…………………………..………………… 16
BAB
III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan……………………………………………………….……………… 28
3.2.
Saran……………………………………………………………...……………… 28
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berbagai permasalahan yang muncul didalam kelas ketika
seorang guru akan memulai pelajaran dari hal sedetail apapun permasalahan
seorang siswa, seorang guru harus mengetahui akan hal itu, agar asupan materi
yang akan disampaikan seorang guru tidak terhambat oleh permasalahan itu.
Guru untuk meningkatkan peranan dan kompetisinya, karena
dalam proses belajar-mengajar dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan
oleh peranan dan kompetisi guru berbagai macam hal. Berbagai macam teknik
mengajar yang dapat dikembangkan seorang guru dalam mencapai tujuannya,
keaktifan, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan dapat dijadikan model
cara pengajaran yang baik dan dapat dikembangkan dalam pendidikan.
Peranan seorang guru sangat penting dalam memacu semangat
siswa, pada dasarnya dapat kita ketahui seorang murid dan murid yang lain
mempunyai kemampuan yang sama dalam menerima pelajaran dari guru, hanya perlu
metode khusus seorang guru untuk menyampaikan materi kepada peserta
didik.
Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan
menyenangkan itu dapat dicapai setelah berbagai macam hal telah dilakukan baik
itu dari segi penelitian kelas, metode penelitian hingga munculnya suatu solusi
akan hal itu. Hasil dari dari karya ilmiah ini agar dapat menjadi sebagai acuan
bahan pendidikan kedepan khusunnya bagi seluruh SD pada umumnya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1.2.1
Apa
saja peranan guru dalam proses belajar mengajar dan prinsip-prinsip umum metodologi
pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar yang efektif?
1.2.2
Bagaimana
memilih metoda yang baik agar proses pembelajaran berjalan aktif, kreatif,
efektif
dan menyenangkan?
1.3. Tujuan
Karya
ilmiah ini pada dasarnya mempunyai tujuan yang terbagi menjadi dua, yaitu
tujuan teoritis dan tujuan praktis.
- Tujuan teoritis, yaitu untuk mengungkap dan menjelaskan metode pembelajaran kelas yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
- Tujuan praktis, mengambarkan secara singkat bagaimana metode pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan tersebut.
1.4. Metodologi Penulisan
Penulisan
karya ilmiah ini menggunakan metode :
1.4.1. Studi Pustaka
Metode penulisan gunakan dalam karya
ilmiah
ini adalah metode studi literatur,
yaitu dengan mencari dan menelaah berbagai bahan referensi yang berkaitan dan
mendukung terhadap upaya penyusunan karya ilmiah ini.
1.5. Sistematika Penulisan
Karya ilmiah
ini tersusun dalam kerangka penulisan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
yang terdiri atas : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan, Metodologi Penulisan serta
Sistematika Penulisan.
yang terdiri atas : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan, Metodologi Penulisan serta
Sistematika Penulisan.
Bab II Pembahasan
yang terdiri atas : peran guru dalam proses belajar mengajar dan prinsip-prinsip umum metodologi
pengajaran dan kondisi belajar mengajar yang efektif.
yang terdiri atas : peran guru dalam proses belajar mengajar dan prinsip-prinsip umum metodologi
pengajaran dan kondisi belajar mengajar yang efektif.
Bab III
Penutup
yang terdiri atas : kesimpulan dan saran yang hendak penulis sampaikan.
yang terdiri atas : kesimpulan dan saran yang hendak penulis sampaikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Peran Guru Dalam Proses Belajar Mengajar dan
Prinsip-Prisip Umum Metodologi Pengajaran
2.1.1. Peran guru
Peranan dan kompetensi guru
dalam proses belajar-mengajar meliputi banyak hal antara lain guru
sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing pengatur lingkungan, partisipan,
perencana, supervisor, motivator, dan konselor.yang ingin dikemukakan disini
ialah peranan yang dianggap paling domonan dan paling
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai
demonstrator, atau pengajar guru hendaknya senantiasa mengusai bahan atau
materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya
dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya
karena hal ini sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Juga seorang guru hendaknya mampu
dan terampil dalam merumuskan tujuan pembelajaran, memahami kurikulum, dan dia
sendiri sebagai sumber belajar terampil dalam memberikan informasi kepada
kelas. sebagai pengajar ia pun harus membantu perkembagan anak didik untuk
dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu
hendaknya guru mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai
kesempatan. Akhirnya seorang guru akan dapat memainkan peranannya sebagai pengajar
dengan baik bila ia menguasai dan mampu melaksanakan keterampilan-ketarampilan
mengajar.
2. Guru sebagai pengelola kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola
kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta
merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan
ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada
tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan-pengawasan lingkungan itu turut
menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang
baik. Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa
untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.
Tujuan umum pengelolaan kelas ialah
menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan
belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya
adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat alat
belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan
belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
3. Guru sebagai mediator dan
fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tenang tentang media
pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih
mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian media pendidikan
merupakan dasar-dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan
merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran
disekolah.
Sebagai Mediator guru pun
menjadi perantara dalam hubungan antar manusia. Untuk keperluan itu guru harus
terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang beriteraksi dan
berkomunikasi. Tujuannya guru agar dapat menciptakan secara maksimal kualitas
lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat
dilakukan oleh guru. Yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang
baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan positif
dengan para siswa.
Sebagai fasilitator guru hendaknya
mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang
pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber,
buku teks, majalah, ataupun surat kabar.
4. Guru sebagai evaluator
Kalau kita perhatikan dunia pendidikan,
akan kita ketahui bahwa setiap bentuk pendidikan orang selalu mengadakan
evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode
pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik
oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Demikian pula dalam satu kali proses
belajar-mengajar guru hendaknya guru menjadi seorang evaluator yang
baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah
cukup tepat, semua pernyataan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan
evaluasi atau penilaian.
Dengan demikian, guru dapat
mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran,
serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar. Tujuan lain dari
penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa didalam kelas atau
kelompoknya. Dengan penilaian guru dapat diklasifikasikan apakah seorang
siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik dikesannya
jika dibandingkan dengan teman-temannya. Jadi , jelaslah bahwa guru hendaknya
mampu dan terampil melaksanakan penilaiaan karena, dengan penilaian guru dapat
mengetahi prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses mengajar.
2.1.2. Prinsip-Prinsip
Metodologi Pengajaran
1.
Didaktik,
Metodik, dan Metodologi
A. Sebelum membicarakan
pengertian metodologi terlebih dahulu perlu dibicarakan pengertiaan di
Didaktik, Metodik, dan metodologi. Istilah didaktif berasal dari bahasa yunani
yaitu : didastikas yang berarti
pandai mengajar.dengan demikian yang dimaksud dengan didaktif yaitu ilmu yang
membicarakan atau memberikan prinsip tentang cara-cara menyampaikan bahan
pelajaran, sehingga dikuasai dan dimeliki oleh peserta didik. Dengan kata lain
ilmu tentang mengajar dan belajar , tegasnya suatu ilmu tentang guru
mengajar dan peserta didik belajar.
Prinsip-prinsip itu berlaku bagi
semua mata pelajaran, apakah biologi, Pendidikan Agama Islam, psikologi,
geografi, dan sebagainya. Jadi didaktik umum ialah ilmu yang membicarakan
tentang bagaimana proses pembelajaran pada umumnya yang berlaku untuk tiap-tiap
mata pelajaran dan bahan pelajaran. Didaktik umum ini seruing juga disebut
“ilmu pelajaran umum “ atau “ilmu mengajar secara umum”. Didaktif khusus
menbicarakan tentang cara mengajar bidang studi tertentu dimana prinsip
didaktik umum di gunakan. Didaktik khusus perlu sebab setiap bidang studi
mempunyai ciri-ciri khas yang berlainan. Didaktik khusus disebut juga metodik.
B.
Pengertian
Metodik
Metodik berasal dari bahasa Yunani
yaitu metha berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara. Karena itu,
metodik berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan
tertentu atau dengan perkataan lain metodik ialah ilmu tentang cara yang harus
dilalui dalam proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Misalnya, metodik membaca, metodik menghitung, metodik menulis dan sebagainya.
Metodik dapat pula dibagi kedalam
dua macam yaitu: (1) metodik umum, dan (2) metodik kusus. Metodik umum
membicarakan cara mengajar pada setiap mata pelajaran pada umumnya, seperti :
cara mengajar bahasa, sejarah, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya.
Dibicarakan juga sebagai metode mengajar yang dapat digunakan guru dalam
kegiatan pembelajaran. Metodik khusus, membicarakan bagaimana menyajikan bahan
pelajaran tertentu kepada peserta didik tertentu. Misalnya: metode khusus
mengajarkan mata pelajaran SD, berbeda pula tentunya untuk tingkat SLTP dan
SMA, serta perguruan tinggi.
C. Pengertian Metodologi Pengajaran
Istilah
metodologi pengajaran terdiri atas dua kata yaitu, “metodologi” dan
“pengajaran”. “metodologi” terdiri pula atas: “metoda” dan “logi”. “logi”
berasal dari kata logos yang berarti “ilmu”. Jadi, metodologi ialah suatu ilmu
yang membicarakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan atau
menguasai kompetensi tertentu. Sedangkan pengajaran adalah proses penyajian
atau bahan pelajaran yang disajikan.
Dengan demikian metodologi
pengajaran berarti suatu ilmu yang membicarakan tentang jalan atau cara yang
harus dilalui untuk mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi
tertentu yang dirumuskan dalam silabus mata belajaran.
Metodologi pengajaran tidak akan ada
artinya kalau tidak dilaksanakan dalam praktek pendidikan. Pelaksanaan
metodologi pendidikan itu dalam pendidikan itu dalam pendidikan disebut “metode
mengajar”.
2.1.3. Dasar-Dasar Metode Pendidikan
Metode pendidikan dalam penerapannya
banyak menyambut permasalahan individual atau sosial peserta didik dan pendidik
itu sendiri, sehingga dalam menggunakan metode seorang pendidik harus
memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab metode pendidikan
itu hanyalah merupakan sarana atau jalan menuju pendidikan sehingga segala
jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar
metode pendidikan tersebut. Dalam hal ini tidak bisa terlepas dasar agamis,
biologis, psikologi dan sosiologis.
1. Dasar Agama
Dasar agama merupakan salah satu
dasar metode pendidikan dan pengajaran oleh pendidik. Agama tidak bisa
dilepaskan dari pelaksanaan metode pendidikan.. Sehingga segala penggunaan dan
pelaksanaan metode pendidikan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan itu
sendiri.
2. Dasar Biologis
Perkembangan jasmani (biologis)
seorang juga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap dirinya. Seorang yang
menderita cacat jasmani akan mempunyai kelemahan dan kelebihan yang mungkin
tidak dimiliki oleh orang yang normal, misalnya seorang yang mempunyai kelainan
pada matanya (rabun jauh), maka dia cenderung untuk menduduki bangku barisan
depan karena dia berada didepan, maka dia tidak dapat bermain-main pada waktu
guru memberikan pelajarannya sehingga dia memperhatikan seluruh uraian guru.
Karena hal itu berlangsung terus menerus, maka dia akan mempunyai pengetahuan
lebih dibanding dengan teman lainnya apalagi dia termotivasi dengan kelainan
mata tersebut.
Berdasarkan hal ini, maka dapat
dikatakan bahwa perkembangan jasmani dan kondisi jasmani itu sendiri, memang
peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sehingga dalam menggunakan
metode pendidikan seorang pendidik harus memperhatikan kondisi biologis peserta
didik. Seorang peserta didik yang cacat akan berpengaruh terhadap prestasi
peserta didik, baik pengaruh positif maupin negatif. Hal ini memberikan hikmah
dan penciptaan Tuhan, maka dengan harapan besar pendidik dapat memberikan
pengertian secukupnya pada peserta didiknya untuk menerima penciptaan Allah
yang sedemikian rupa.
3. Dasar Psikologis
Metode pendidikan baru dapat
diterapkan secara efektif, bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi
psikologis pesert didik. Sebab perkembangan dan kondisi psikologis peserta
didik memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap intermalisasi nilai dan
transformasi ilmu, menyebabkan transformasi ilmu pengetahuan dan intermalisasi
nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Perkembangan psikologis seseorang
berjalan sesuai dengan perkembangan biologisnya, sehingga seorang pendidik
dalam menggunakan metode pendidikan bukan saja memperlakukan psikologisnya juga
biologisnya. Karena seseorang yang secara biologis menderita cacat, maka secara
psikologis dia akan merasa tersiksa karena ternyata dia merasakan bahwa
teman-temannya tidak mengalami seperti apa yang dideritanya. Dengan
memperhatikan hal yang demikian ini seorang pendidik baru jeli dan dapat
membedakan kondisi jiwa peserta didik, karena pada dasarnya manusia tidak ada
yang sama.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik disamping
memperhatikan kondisi jasmani peserta didik juga perlu memperhatikan kondisi
jiwa atau rohaniyah, sebab manusia pada hakekatnya terdiri dari dua unsur,
yaitu jasmani dan rohani yang kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang tak
dapat dipisah-pisahkan. Kondisi psikologis yang menjadi dasar dalam metode
pendidikan berupa sejumlah kejuatan psikologis peserta didik termasuk motivasi,
emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan kecakapan akal
(intelektualnya). Dengan demikian seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan
potensi psikologis yang ada pada peserta didik.
4. Dasar Sosiologi
Interaksi yang terjadi antara sesama
peserta didik dan interaksi antara guru dan peserta didik merupakan interaksi
timbal balik yang kedua belah pihak akan saling memberikan dampak positif pada
keduanya. Dalam kenyataan secara sosiologi seseorang individu dapat memberikan
pengaruh pada lingkungan sosial masyarakat dan begitu pula sebaliknya. Oleh
karena itu, guru sebagai pendidik dalam berinteraksi dengan peserta didiknya
hendaknya memberikan tauladan dalam proses sosialisasi dengan pihak lainnya,
seperti dikala berhubungan dengan peserta didik, sesama guru, karyawan, dan
kepala sekolah.
Interaksi pendidikan yang terjadi
dalam masyarakat justru memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan peserta didik dikala ia berada dilingkungan masyarakat.
Kadang-kadang interaksi atau pengaruh dan masyarakat tersebut berpengaruh pula
terhadap lingkungan kelas dan sekolah.
Salah satu sifat pendidikan adalah
proses pewarisan nilai budaya yang masyarakat dari satu generasi kepada
generasi berikutnya atau oleh pihak yang lebih tua kepada yang lebih muda.
Dalam interaksi sosiologi terjadi pula proses pembelajaran. Dan diharapkan agar
pendidik mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut kepada
peserta didik dengan memperhatikan perkembangan kebudayaan dan peradapan yang
muncul selanjutnya.
Dengan demikian dapatlah dipahami
bahwa dasar penggunaan sebuah metode pendidikan Islam salah satunya adalah
dasar sosiologis, baik dalam interaksi yang terjadi antara peserta didik dengan
peserta didik, guru dengan peserta didik, guru dengan masyarakat, dan peserta
didik dengan masyarakat bahkan diantara mereka semua dengan pihak pemerintah.
Dengan dasar di atas, seorang pendidik dalam menginternalisasikan niali yang
sudah ada dalam masyarakat diharapkan dapat menggunakan metode pendidikan Islam
agar pross pembelajaran tidak menyimpang jauh dari tujuan pendidikan Islam itu
sendiri.
2.1.4. Prinsip-Prinsip Metode Mengajar Agar
efektif, maka setiap metode pengajar harus memiliki prinsip-prinsip sebagai
berikut:
- Metode tersebut harus memanfaatkan teori kegiatan mandiri. Pada dasarnya belajar itu berwujud mengalami, memberi reaksi, melakukan dan menurut prinsip ini seorang belajar melalui reaksi atau melalui kegiatan mandiri yang merupakan landasan dari semua pembelajaran. Dengan kata lain peserta didik banyak memperoleh pengalaman belajar.
- Metode tersebut harus berasal dari apa yang sudah diketahui peserta didik. Memanfaatkan pengalaman lampau peserta didik yang mengandung unsur-unsur yang sama dengan unsur-unsur materi pembelajaran yang dipelajari akan melancarkan pembelajaran. Hal tersebut dapat dicapai dengan sangat baik melalui korelasi dan perbandingan.
- Metode tersebut harus didasarkan atas teori dan praktek yang terpadu dengan baik yang bertujuan menyatukan kegiatan pembelajaran. Ilmu tanpa amal (praktek) seperti pohon tanpa buah.
- Metode tersebut harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individual dan menggunakan prosedur-prosedur yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi seperti kebutuhan, minat serta kematangan mental dan fisik.
- Metode harus merangsang kemampuan berfikir dan nalar para peserta didik. Prosedurnya harus memberikan peluang bagi kegiatan berfikir dan kegiatan pengorganisasian yang seksama. Prinsip kegiatan mandiri sangat penting dalam mengajar peserta didik untuk nalar.
- Metode tersebut disesuaikan dengan kemajuan peserta didik dalam hal ketrampilan, kebiasaan, pengetahuan, gagasan, dan sikap peserta didik, karena semua ini merupakan dasar dalam psikologi perkembangan.
- Metode tersebut harus menyediakan bagi peserta didik pengalaman-pengalaman belajar melalui kegiatan belajar yang banyak dan bervariasi. Kegiatan-kegiatan yang banyak dan bervariasi tersebut diberikan untuk memastikan pemahaman.
- Metode tersebut harus menantang dan memotivasi peserta didik kearah kegiatan-kegiatan yang menyangkut proses deferensiasi dan intregrasi. Proses penyatuan pengalaman sangat membantu dalam terbentuknya tingkah laku terpadu. Ini paling baik dicapai melalui penggunaan metode pengajaran terpadu.
- Metode tersebut harus memberi peluang bagi peserta didik untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Dan memberi peluang pada guru untuk menemukan kekurangan-kekurangan agar dapat dilakukan perbaikan dan pengayaan.
2.1.5. Faktor-Faktor Yang Harus
Diperhatikan Dalam Memilih Metode Mengajar
- Tujuan yang hendak dicapai
Setiap orang yang mengerjakan
sesuatu haruslah mengetahui dengan jelas tujuan yang hendak dicapai. Demikian
juga setiap guru yang pekerjaan pokoknya mendidik dan mengajar haruslah
mengerti dengan jelas tujuan pendidikan. Pemahaman akan tujuan pendidikan ini
mutlak perlu sebab tujuan itulah yang akan menjadi sasaran dan menjadi
pengarahan tindakan-tindakannya dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Disamping
menjadi sasaran dan menjadi pengarah, tujuan pendidikan dan pengajaran juga
berfungsi sebagai kriteria bagi pemilihan dan penentuan alat-alat (termasuk
metode) yang akan digunakannya dalam mengajar.
Dalam dunia pendidikan dan
pengajaran kita mengenal adanya tujuan umum, tujuan sementara, tujuan tak
lengkap dan tujuan khusus. Tujuan umum pendidikan yang juga disebut tujuan
akhir pendidikan adalah sesuatu yang menjadi sasaran dari keseluruhan kegiatan
mendidik dan mengajar. Tujuan umum itu perlu dijabarkan menjadi tujuan khusus
sebab dengan demikian guru akan mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa
yang hendak dicapainya itu dan guru akan dapat pula mempersiapkan alat-alat apa
yang akan dipakainya serta metode yang tepat akan digunakannya.
2. Peserta Didik
Para peserta didik yang akan
menerima bahan pelajaran yang disajikan, harus pula diperhatikan oleh guru
dalam memilih metode mengajar. Ini perlu sebab metode mengajar itu ada yang
menuntut pengetahuan dan kecekatan tertentu misalnya Metode Diskusi menuntut
pengetahuan yang cukup banyak (supaya peserta diskusi dapat mengetahui serta
menilai benar atau salahnya sesuatu pendapat yang dikemukakan peserta lain) dan
penguasaan bahasa serta ketrampilan mengemukakan pendapat. Demikian pula Metode
Ceramah menuntut penguasaan bahasa pasif dari peserta didik sebab ia (peserta
didik).
Selain tuntutan (syarat-syarat dari
metode tertentu yang harus dipenuhi oleh peserta didik) dari metode mengajar
tersebut diatas, penggunaan sesuatu metode mengajar haruslah sesuai dengan
kemampuan, perkembangan serta kepribadian para peserta didik.
3. Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran yang menuntut
kegiatan penyelidikan oleh peserta didik hendaknya disajikan melalui metode
unit atau metode proyek. Apabila bahan pelajaran mengandung problem-problem,
harus disajikan melalui metode pemecahan masalah. Bahan pelajaran yang berisi
fakta-fakta dapat disajikan misalnya melalui metode ceramah, sedangkan bahan
pelajaran yang terdiri dari latihan-latihan (misalnya ketrampilan-ketrampilan)
disajikan melalui Metode Drill dan sebagainya.
4. Fasilitas
Yang termasuk dalam factor fasilitas
ini antara lain alat peraga, waktu, tempat dan alat-alat praktikum, buku-buku,
dan perpustakaan. Fasilitasi ini turut menentukan menentukan metode mengajar
yang akan dipakai oleh guru. Pengaruh fasilitas dan pemelihan serta penentuan
metoda ini sangat terasa dalam situasi dimana situasi demonstrasi dan
eksperimen /percobaan.
Pada umumnya apabila fasilitas
kurang atau tidak ada, maka guru cenderung menggunakan metode ceramah karena
metode ini tidak menuntut fasilitas yang banyak (apabila dibandingkan dengan
tuntutan metode diskusi atau metode demonstrasi dan eksperimen).
5. Situasi
Yang termasuk dalam situasi disini
ialah keadaan peserta didik (yang menyangkut kelelahan mereka, semanga mereka),
keadaan cuaca, keadaan guru (kelelahan guru) keadaan kelas-kelas yang
berdekatan dengan kelas yang akan diberi pelajaran dengan metode tertentu.
Apabila peserta didik telah
lelah(yang diajar dengan metode ceramah) maka guru sebaiknya mengganti metode
mengajarnya misalnya metode sosiodarma. Demikian pula apabila guru melihat
bahwa para peserta didik sedang bersemangat (dalam membicarakan peristiwa dalam
masyarakat) maka guru menggunakan metode diskusi. Apabila kelas disekitar kelas
sedang ribut, maka sebaiknya guru menggunakan metode pembrian tugas atau metode
tanya jawab (sebab metode ini menuntut kosentrasi peserta didik).
6. Partisipasi
Partisipasi adalah turut aktif dalam
suatu kegiatan. Apabila guru ingin agar para peserta didik turut aktif sama
merata dalam suatu kegiatan, guru tersebut tentunya akan menggunakan metode
kerja kelompok. Demikian pula apabila para peserta didik di kehendakai turut
berpartisipasi dalam suatu kegiatan ilmiah, misalnya mengumpulkan data yang
kemudian disajikan dalam pembahasan ilmiah maka tentunya guru akan mengunakan
metode unit atau metode seminar.
7. Guru
Diatas sudah dikemukakan bahwa
metode mengajar menurut syarat-syarat yang perlu diperbaharui misalnya tiap
guru yang akan mengunakan metode tertentu ia harus mengetahui tentang metode
itu( misalnya jalannya pengajaran serta kebaikan dan kelemahannya,
situasi-situasi yang tepat dimana metode itu efektif dan wajar) dan terampil
menggunakan metode itu. Guru yang bahasanya kurang baik (kurang dapat berbahasa
lisan dengan baik) dan tidak bersemangat dalam berbicara, kurang pada
tempatnya apabila ia menggunakan metode ceramah. Guru yang tidak mengetahui
seluk beluk tentang metode proyek, tentang metode unit, tidak akan memilih
metode-metode tersebut dalam menyajikan bahan pelajaran.
Dari apa yang dikemukakan diatas
dapat disimpulkan bahwa pribadi, pengetahuan dan kecekatan guru amat menentukan
metode mengajar yang akan digunakan. Setiap metode mempunyai kebaikan dan
kelemahan. Dengan sifatnya yang polipragmasi, guru perlu mengetahui kapan suatu
metode tepat digunakan dan kapan harus digunakan kombinasi dari metode-metode.
Guru hendaknya memilih metode yang paling banyak mendatangkan hasil.
2.2. Kondisi Belajar Mengajar Yang Efektif
Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan
kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru
harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan
kesempatan belajar bagi siswa yang memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini
menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode
mengajar, stategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam
mengelola proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses
belajar mengajar, bertindak selaku fasilisator yang berusaha menciptakan
kondisi belajar mengajar yang efektif sehingga memungkinkan proses belajar
mengajar, mengembangkan bahan pelajaran deangan baik, dan meningkatkan
kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan
yang harus mereka capai.
Untuk memenuhi hal tersebut diatas guru dituntut mampu
mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa
sehingga ia mau belajar karena memang siswalah subjek utama dalam belajar.
Dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif setidaknya ada lima
jenis variabel yang menentukan keberhasilan belajar siswa, sebagai berikut :
A.
Melibatkan Siswa Secara Efektif
Mengajar adalah membimbing kegiatan
belajar siswa sehingga ia mampu belajar. ”Teaching is the guidance of learning activities, teaching is for
purpose of aiding the pupil learn” demikian menurut William Burton.
Dengan demikian, aktivitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar
mengajar sehingga siswa yang seharusnya banyak aktif, sebab siswa sebagai
subjek didik adalah yang merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar.
Pada kenyataannya di sekolah-sekolah
seringkali guru yang aktif sehingga siswa tidak diberi kesempatan untuk aktif. John
Dewey, sebagai tokoh pendidikan mengemukakan pentingnya prinsip ini melalui
metode proyeknya dengan semboyan learning
by doing. Bahwa jauh sebelumnya para tokoh pendidikan lainnya seperti
Rousseau, Pestalozi, Frobel dan Montessory telah mendukung prinsip-prinsip
aktivitas dalam pengajaran ini. Aktivitas belajar siswa yang dimaksud disini
adalah aktivitas jasmaniah maupun aktivitas mental. Aktivitas belajar siswa
dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, seperti:
1. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca,
menulis, melakukan eksperimen dan demonstrasi.
2. aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita,
membaca sajak, tanya jawab, diskusi, menyanyi.
3. Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti
mendengarkan penjelasan guru, ceramah dan mengajar.
4. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam,
atletik, menari dan melukis.
5. Aktivitas menulis (writting
activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.
Setiap jenis aktivitas tersebut diatas memiliki kadar atau bobot yang berbeda bergantung pada segi tujuan mana yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Yang jelas, aktivitas kegiatan belajar siswa hendaknya memiliki kadar atau bobot yang lebih tinggi. Berikut ini dikemukakan sistem belajar mengajar yang efektif dan efisien, yakni dengan model Active Learning.
Secara harfiah Active Learning dapat diartikan
sebagai sistem belajar mengajar yang menekankan keaktufan siswa secara fisik,
mental, intelektual, dan emosional untuk memperoleh hasil belajar yang berupa
perpaduan antara kognitif, efektif dan psikomotor. Pemusatan proses belajar
mengajar pada diri anak bukan merupakan hal yang baru. Sejak tahun 1891
G.Stranley Hall telah mencanangkan bahwa anak didik merupakan subjek yang utama
dalam pendidikan dan anak bukanlah miniatur manusia dewasa.
Dalam kehidupan disekolah sering
terjadi anak didik itu masih diperlukan sebagai objek didik yang seolah-olah
dapat dibentuk sekehendak pendidik dan dianggap mempunyai kemampuan yang sama.
Oleh karena itu, guru harus pandai menyuapi sekian banyak anak pada waktu yang
sama dengan makanan pengetahuan yang telah diolah dan dimasak oleh guru
sendiri. Dalam hal ini anak tinggal menelannya tanpa proses bahwa makanannya
itu pahit, manis, atau basi sekalipun. Hal inilah yang mendorong para tokoh
pendidikan untuk mengembangkan Active
Learning yang pada dasarnya merupakan pengembangan metode yang berpusat
pada anak didik.
Active
Learning merupakan
konsep yang tidak mudah didefinisikan secara sebab sebenarnya semua cara
belajar itu mengandung unsur keaktifan pada diri anak didik meskipun kadar
keaktifannya itu berbeda-beda. Keaktifan dapat muncul dalam berbagai bentuk,
bahkan keaktifan anak yang tidak kurang pentingnya yang sulit yang diamati oleh
orang lain. Akan tetapi, semua itu harus dikembalikan kepada suatu
karakteristik keaktifan dalam Active
Learning, yaitu keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan
belajar mengajar yang bersangkutan, asimilasi dan akomodasi kognitif dalam
pencapaian pengetahuan, perbuatan serta pengalaman langsung terhadap balikannya
(feedback) dalam pembentukan
keterampilan dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan
sikap. Dengan kata lain, keaktifan siswa dalam Active Learning menunjukkan pada keaktifan mental meskipun untuk
mencapai maksud ini dalam banyak hal dipersyaratkan keterlibatan langsung dalam
berbagai keaktifan fisik.
Sebagaiman telah dikemukakan, cara
apa saja yang digunakan pada waktu belajar mengandung unsur keaktifan pada diri
siswa meskipun kadarnya berbeda-beda. Untuk dapat mengukur kadar keaktifan
siswa dalam belajar, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat dari para pakar Active Learning.
1. Mc. Keachie (Student Centered Versus Intruktor-Centered Instruction, 1954)
mengemukakan tujuh dimensi dalam proses belajar mengajar di mana terdapat
variasi kadar Active Learning
sebagai berikut:
1) Partisipasi siswa dalam
menentukan tujuan kegiatan belajr mengajar,
2) Penekanan pada aspek
efektif dalam pengajaran,
3) Partisipasi siswa dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar utama yang berbentuk interaksi antar
siswa.
4) Penerimaan guru terhadap
perbuatan dan sumbangan siswa yang kurang relevan atau yang salah,
5) Keeratan hubungan kelas
sebagai kelompok,
6) Kesempatan yang diberikan
kepada siswa untuk mengambil keputusan yang penting dalam kegiatan di sekolah,
7) Jumlah waktu
yang digunakan untuk menangani masalah pribadi siswa, baik yang berhunbungan
ataupun yang tidak berhubungan dengan pelajaran.
2. K. Yamamoto (Many Faces of Teaching, 1969) melihat kadar keaktifan siswa itu
dari segi
intensionalitas atau kesengajaan dari peran serta kegiatan oleh kedua
pihak (siswa dan guru) dalam
proses belajar mengajar. Yamamoto membedakan
keaktifan yang direncanakan secara sengaja
(intensional), keaktifan yang
dilakukan sewaktu-waktu (insidental), dan sama sekali tidak ada keaktifan
dari
kedua belah pihak. Ia mengemukakan sembilan derajat kadar keaktifan siswa yang
digambarkan
dalam diagram.
3. H.O.Lingren (Education Psychology in the Classroom,1976)
melukiskan kadar keaktifan siswa itu dalam interaksi di antara siswa dengan
guru dan siswa dengan siswa lainnya. Apabila kita perhatikan suasana kelas pada
waktu terjadi kegiatan instruksional, akan tampak komunikasi yang beraneka
ragam. Dalam hal ini Lingren mengemukakan empat jenis komunikasi atau interaksi
yang mungkin terjadi antara guru dan siswa yaitu:
1) Komunikasi satu arah,
2) Ada balikan bagi guru tetapi
tidak ada interaksi diantara siswa,
3) Ada balikan bagi guru dan terjadi
interaksi antar siswa,
4) Interaksi optimal antara guru
dengan siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya.
Cara lain untuk memperbaiki dan
meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam belajar adalah sebagai
berikut:
Cara
memperbaiki keterlibatan kelas
1) Abdikanlah waktu yang lebih
banyak untuk kegiatan-kegiatan belajar mengajar
2) Tingkatkan partisipasi siswa
secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar dengan menuntut respon yang aktif
dari siswa. Gunakan berbagai teknik mengajar, motivasi, serta penguapan (reinforcement)
3) Masa transisi antara berbagai
kegiatan dalam mengajar hendaknya dilakukan secara cepat dan luwes.
4) Berikanlah pengajaran yang
jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai.
5) Usahakan agar pengjaran
dapat lebih menarik minat siswa, untuk itu guru harus mengetahui minat siswa
dan mengaitkannya dengan bahan dan prosedur pengajaran.
Cara
meningkatkan keterlibatan siswa
1) Kenalilah dan bantulah anaka-anak
yang kurang terlibat, selidiki apa yang menyebabkannya dan usaha apa yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan partisipasi anak tersebut.
2) Siapkanlah siswa secara tepat,
persyaratan awal apa yang diperlukan anak untuk mempelajari tugas belajar yang
baru.
3) Sesuaikan
pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa, hal ini sangat penting
untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk berperan secara aktif dalam
kegiatan belajar.
Setiap guru tahu bahwa keterlibatan
anak secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan agar
belajar menjadi efektif dan dapat mencapai hasil yang diinginkan. Untuk itu
hendaknya guru berusaha menciptakan kondisi ini sebaik-baiknya dengan berbagai
cara yang telah dikemukakan terlebih dahulu.
B.
Menarik Minat dan Perhatian Siswa
Kondisi belajar mengajar yang
efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan
suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali
pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan suatu
yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan
sesuatu. Misalnya, seseorang anak menaruh minat terhadap bidang kesenian, maka
ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian.
Keterlibatan siswa dalam belajar
erat kaitannya dengan sifat-sifat siswa, baik yang bersifat kognitif seperti
kecerdasan dan bakat maupun yang bersifat efektif seperti motifasi, rasa
percaya diri, dan minatnya. William James (1890) melihat bahwa minat siswa
merupakan derajat keaktifan belajar siswa. Jadi, efektif merupakan faktor yang
menentukan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.
Mengingat pentingya minat dalam
belajar, seseorang tokoh pendidikan lainnya dari Belgia yakni Ovide Decroly
(1871-1932), mendasarkan sistem pendidikan pada pusat minat yang pada umumnya
dimiliki oleh setiap orang. Yaitu minat terhadap makanan, pelindungan terhadap
pengaruh iklim (pakaian dan rumah), mempertahankan diri terhadap bermacam-macam
bahaya dan musuh, bekerja sama dalam olah raga. Musell dalam bukunya Succesful Teaching, memberikan suatu
klasifikasi yang berguna bagi guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa. Ia
mengemukakan 22 macam minat yang diantaranya ialah bahwa anak memiliki minat
terhadap belajar. Dengan demikian, pada hakikatnya setiap anak berminat
terhadap belajar dan guru sendiri hendaknya berusaha membangkitkan minat anak
terhadap belajar.
Perhatian bersifat lebih sementara
dan adanya hubungannya dengan minat. Perbedaannya adalah minat sifatnya menetap
sedangkan perhatian sifatnya sementara, adakalanya menghilang. Misalnya seorang
anak sedang belajar diruang depan tiba-tiba adiknya menangis, ia segera
mendekatinya. Hilanglah perhatian anak itu terhadap belajar, sesudah adiknya
dia ia mulai lagi memusatkan perhatiannya terhadap belajar. Bila tidak ada
perhatian ia tidak mungkin dapat belajar. Jadi, perhatian itu sebenarnya hilang
sebentar timbul kembali sedangkan minat selalu atau tetap ada.
Apabila kita perhatikan dalam
kegiatan belajar mengajar akan didapat dua macam tipe perhatian, yaitu:
1. Perhatian terpusat (terkonsentrasi)
Perhatian terpusat hanya tertuju
pada satu objek saja, apapun yang terjadi disekitar itu tidak diperkatikannya
dan ia terus belajar. Dalam kegiatan belajar dikelas, seorang siswa hendaknya
menggunakan perhatian terpusat pada pelajaran sehingga pelajaran yang
diterimanya dapat dipahami dengan baik. Oleh karena itu, guru berusaha untuk
memusatkan perhatian siswa terhadap apa yang disampaikannya. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai alat peraga pengajaran dalam penyajian
materi pelajaran kepada anak didiknya.
2. Perhatian Terbagi (tidak
terkonsentrasi)
Perhatian tertuju kepada berbagai
hal atau objek secara sekaligus, misalnya seorang guru yang sedang mengajar
memperhatikan bahwa pelajarannya, memperhatikan siswa yang dihadapinya dan juga
memperhatikan apa yang sedang diucapkannya. Dengan demikian, guru tidak hanya
memperhatikan pelajarannya tetapi juga harus memperhatikan segala sesuatu yang
terjadi disekitarnya.
C.
Membangkitkan Motivasi Siswa
Motivasi adalah suatu proses untuk
menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu
yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan
tetentu.
Tugas guru adalah membangkitkan
motivasi anak sehingga ia mau melakukan belajar. Motivasi dapat timbul
dari individu dan dapat pula timbul akibat adanya pengaruh dari luar dirinya.
Hal ini akan diuraikan sebagai berikut:
1) Motivasi
Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai
akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa adanya paksaan dorongan dari
orang lain, tetapi atas kemampuan sendiri. Misalnya anak mau belajar karena
ingin memperoleh ilmu pengetahuan dan ingin menjadi orang berguna bagi nusa,
bangsa, dan negara.
2) Motivasi
Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai
akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau
paksaan dari orang lain sehingga belajar. Misalnya seorang mau belajar karena
ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama di kelasnya.
Untuk membangkitkan motivasi belajar
siswa, guru hendaknya berusaha dengan berbagai cara. Berikut ini ada beberapa
cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi intrinsik.
a) Kompetisi
(persaingan), guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswa untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah
dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain
b) Pace moking (membuat tujuan sementara
atau dekat), pada awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih
dahulu menyampaikan kepada siswa yang akan dicapainya TIK sehingga dengan
demikian siswa berusaha untuk mencapai TIK tersebut.
c) Tujuan yang jelas, Motif mendorong individu
untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan makin besar nilaitujuan bagi individu
yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakukan suatu
perbuatan.
d) Kesempurnaan untuk
sukses, kesuksesan dapat menimbulkan kesenangan dan kepercayaan terhadap diri
sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan
demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih
sukses dengan usaha sendiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
e) Minat yang besar,
Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
f) Mengadakan penilaian atau
tes, pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujua memperoleh nilai yang
baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa siswa yang tidak belajar bila
tidak akan ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan
ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat
nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi
siswa.
D.
Prinsip Individu
Salah satu masalah utama dalam
pendekatan belajar mengajar ialah masalah individual. Setiap guru memahami
bahwa tidak semua siswa dapat mempelajari apa-apa yang ingin dicapai oleh guru.
Biasanya perbedaan individual itulah yang lalu dijadikan kambing hitam. Jarang
sekali guru menjelaskan bahwa ketidak mampuan siswa dalam belajar itu merupakan
akibat dari kelemahan guru dalam mengajar.
Menurut Bloom (1976), jika guru
memahami persyaratan kognitif dan ciri-ciri sikap yang diperlukan untuk belajar
seperti minat dan konsep diri pada diri siswa-siswanya, dapat diharapkan
sebagain terbesar siswa akan dapat mencapai taraf prnguasaan sampai 75% dari
yang diajarkan. Oleh sebab itu, hendaknya guru mampu menyesuaikan proses
belajar mengajar dengan kebutuhan-kebutuhan siswa secara individual tanpa harus
mengajar siswa secara individual.
Pengajaran individual bukanlah
semata-mata pengajaran yang hanya ditujukan kepada seorang saja, melainkan
dapat saja ditujukan kepada sekelompok siswa atau kelas, namun dengan mengakui
dan melayani perbedaan-perbedaan siswa sehingga pengajaran itu memungkinkan
berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal. Sistem pengajaran
modem sudah mulai meninggalkan sistem klasikal (sejumlah siswa pada tempat dan
waktu yang sama mendapatkan pelajaran yang sama pula) seperti yang telah kita
lakukan sekarang ini. Tokoh-tokoh pendidikan sejak zaman dahulu seperti Maria
Montessory, Peterson, dan Miss Helen Parkhurst. Mengecam sistem pendidikan
klasikal. Mereka menekankan sistem pendidikan berdasarkan pendekatan
individualis sehingga mereka sendiri mendirikan sekolah Montessory (Maria
Montessory), sekolah Dalton (Miss Helen Parkhurst) dan sekolah Jene (Peterson)
yang semuanya menekankan asas individualitas. Pengajaran diberikan sesuai
dengan kemampuan masing-masing siswa.
Indonesia sekarang ini belum dapat
melajsanakan sistem pendidikan individualitas secara murni mengingat adanya
berbagai keterbatasan, baik waktu, biaya, peralatan, maupun sumber-sumber
lainya. Bahkan bila guru hanya melayani seorang siswa pun ia tidak dapat
melaksanakan semua kebutuhan siswanya itu. Demgam ini maka kita masih
menggunakan sistem pelajaran klasik dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan
individualitas tersebut.
E.
Peragaan dalam Pengajaran
Alat peraga pengajaran teaching aids
atau audiovisual aids (AVA) adalah alat-alat yang digunakan guru ketika
mengajar untuk membantu meperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada
siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa. Pengajaran yang
menggunakan banyak verbalisme tentu akan segera membosankan, sebaliknya
pengajaran akan lebih menarik dan mengerti pelajaran yang diterimanya.
Belajar yang efektif harus mulai
dengan pengalaman langsung atau pengalaman konkret dan menuju kepada pengalaman
yang lebih abstrak. Belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga
pengajaran dari pada bila siswa belajar tanpa dibantu dengan alat pengajaran.
Penggunaan alat peraga pengajaran hendaknya memperhatikan :
Nilai atau Manfaat Media Pendidikan.
Media pendidikan yang disebut audiovisual
aigs menurut Encyclopedia
of Education Research memiliki nilai sebagai berikut:
1. Meletakkan dasar-dasar yang konkret
untuk berfikir. Oleh karena itu, mengurangi verbalisme (tahu istilah tetapi
tidak tahu arti, tahu nama tetapi tidak tahu bendanya)
2. Memperbesar perhatian siswa
3. Membuat pelajaran lebih menetap atau
tidak mudah dilupakan
4. Memberikan pengalaman yang nyata
yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan para siswa
5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur
dan kontinyu
6. Membantu tumbuhnya pengertian dan
membantu perkembangan kemampuan bahasa
Manfaat selain yang tersebut diatas adalah:
1. Sangat menarik minat siswa dalam
belajar
2. Mendorong anak untuk bertanya dan
berdiskusi karena ia ingin dengan banyak perkataan, tetapi dengan memperhatikan
suatu gambar benda yang sebenarnya atau alat-alat lain.
3. Pemilihan Alat Peraga
William Burton memberikan petunjuk
bahwa dalam memilih alat peraga yang akan digunakan hendaknya kita
memperhatikan hal-hal berilut:
1. Alat-alat yang dipilih harus sesuai
dengan kematangan dan pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam
kelompok
2. Alat yang dipilh harus tepat,
memadai, dan mudah digunakan
3. Harus direncanakan dengan teliti
kelanjutannya seperti dengan diskusi, analisis, dan evaluasi.
4. Sesuai dengan batas kemampuan biaya
5. Petunjuk Penggunaan Alat Peraga
Kenneth H. Hoover memberikan
beberapa prinsip tentang penggunaan alat audiovisual sebagai berikut:
1. Tidak ada alat yang dianggap paling
baik
2. Alat-alat tertentu lebih tepat dari
pada yang lain berdasarkan jenis pengertian atau dalam hubungannya dengan
tujuan
3. Audiovisal dan sumber-sumber yang
digunakan merupakan bagian integral dari pengajaran
4. Perlu diadakan persiapan yang
seksama oleh guru dan siswa mengenali alat audiovisual
5. Siswa menyadari tujuan alat
audiovisual dan merespon data yang diberikan
6. Perlu diadakan kegiatan lanjutan
7. Alat audiovisual dan sumber-sumber
yang digunakan untuk menambah kemampuan komunikasi memungkinkan belajar lebih
karena adanya hubungan-hubungan.
Demikian beberapa ketentuan yang
perlu diperhatikan dalam penggunaan alat peraga pengajaran sehingga kegiatan
belajar mengajar akan tetapi lebih efektif jika dibandingkan hanya dengan
penjelasan lisan.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.1.1. Dari uraain tersebut penulis
mengambil beberapa kesimpulan yang diterapkan, yaitu model pengajaran keaktifan,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan, adalah hasil penelitian, dan dapat
membantu para guru dalam menyampaikan materi yang akan disampaikan.
3.1.2. Dari uraian di atas penulis
dapat menyimpulkan bahwa kondisi belajar mengajar yang efektif setidaknya yang
dapat menentukan keberhasilan belajar siswa yaitu dengan melibatkan siswa
secara efektif, menarik minat dan perhatian siswa, membangkitkan motivasi
siswa, prinsip individu, dan juga peragaan dalam pengajaran.
3.2. Saran
3.2.1
Dalam
penyajian materi dalam penulisan ini agar dapat diteruskan kembali dan dapat
lebih disempurnakan lagi bagi para pembaca.
3.2.2. Dalam waktu yang panjang agar
penulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan sebagaimana
mestinya
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan langgunung, Pendidikan dan Peradapan Islam,
jakarta : pustaka Al-Alhusna , 1985
Hasan
langgunung, Manusia dan pendidikan suatu analisis pisikologi, Jakarta :
Alhusna, 1986
Anggoro
toha, metode penelitian, jakarta
, Universitas Terbuka
Baccarat at your local casino – How to find
BalasHapusWhen 바카라 사이트 큐어 벳 you have played in Baccarat, you want to know how to play with it. Learn about the rules of Baccarat from the British casino.