Selasa, 14 Oktober 2014

Karya Ilmiah Metode Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan



METODE PEMBELAJARAN KELAS YANG AKTIF, INOVATIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN

 KARYA ILMIAH
Diajukan dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia 

 

Oleh :

    Nama       :      Sukmawati Samudra
    NPM        :     12210055
    Kelas       :     2 A
    Prodi        :     PPKn


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2014





HALAMAN PENGESAHAN

Karya ilmiah yang berjudul “Metode Pembelajaran Kelas Yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan” ini telah disetujui untuk dijadikan Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia pada

hari                  :          
tanggal             :          










Dosen Pengampu

Soleh Amin, M.Pd





MOTO DAN PERSEMBAHAN

Moto

"Seorang ibu tidak pernah memintamu untuk meletakkan dunia di tangannya, namun tutur kata yang halus, perangai yang santun, prilaku yang bertanggung jawab dari seorang anak adalah kebahagiaan buat seorang Ibu"

Persembahan

Karya ilmiah ini penulis persembahkan untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia. Juga Orang Tua yang selalu mendukung dalam pembuatan Karya Ilmiah ini. Ibu yang selalu membimbing saya dalam pembuatan karya ilmiah ini dan ayah yang memberi material sehingga karya ilmiah ini dapat selesai dengan tepat waktu.

  



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas karya ilmiah ini tepat pada waktunya. Dengan judul “Metode Pembelajaran Kelas Yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan”.

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada dosen Bahasa Indonesia yang telah membimbing saya dalam menyusun karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang saya buat ini mengangkat tema atau judul tentang “Metode Pembelajaran Kelas Yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenagkan ”. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi nilai Bahasa Indonesia yang ditugaskan oleh dosen mata pelajaran yang bersangkutan. Dan tidak lupa saya ucapkan kepada :

1.      Bpk. Muhdi, M.Hum selaku Rektor IKIP PGRI Semarang
2.      Semua dosen FPIPS
yang telah memberikan sarana dan prasarana serta membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis mohon ma’af apabila dalam pembuatan karya ilmiah ini masih terdapat kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis dari pembaca demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.







Semarang,       April 2013

Penulis





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………...…………………ii
MOTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………...…………………iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………...………………… iv        
DAFTAR ISI……………………………………………………………..…………………v

BAB I     PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang…………………………………………………...…………………  1
1.2.      Rumusan Masalah………………………………………………..…………………  1
1.3.      Tujuan……………………………………………………………………………… 2
1.4.      Metode Penelitian………………………………………………..…………………  2
1.5.      Sistematika Penulisan…………………………………………....…………………   2


BAB II                 PEMBAHASAN
2.1.      Peran Guru Dalam Proses Belajar Mengajardan Prinsip-Prinsip Umum
Metodologi Pengajaran…………………………………………………..………………… 4
2.1.1.   Peran guru………………………………………………..………………    4
2.1.2.   Prinsip-Prinsip Metodologi  Pengajaran……………………………………   6
2.1.3.   Dasar-Dasar Metode Pendidikan………………………...………………… 8
2.1.4.   Prinsip-Prinsip Metode Mengajar………………………..………………… 11
2.1.5.   Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Memilih MetodeMengajar………………………………………………...………………    13
2.2.    Kondisi Belajar Mengajar Yang Efektif…………………………..…………………   16


BAB III     PENUTUP
3.1.     Kesimpulan……………………………………………………….………………   28
3.2.     Saran……………………………………………………………...………………  28

DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN 

1.1.    Latar Belakang Masalah 

Berbagai permasalahan yang muncul didalam kelas ketika seorang guru akan memulai pelajaran dari hal sedetail apapun permasalahan seorang siswa, seorang guru harus mengetahui akan hal itu, agar asupan materi yang akan disampaikan seorang guru tidak terhambat oleh permasalahan itu.

Guru untuk meningkatkan peranan dan kompetisinya, karena dalam proses belajar-mengajar dan hasil belajar siswa sebagian besar ditentukan oleh peranan dan kompetisi guru berbagai macam hal. Berbagai macam teknik mengajar  yang dapat dikembangkan seorang guru dalam mencapai tujuannya, keaktifan, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan dapat dijadikan model cara pengajaran yang baik dan dapat dikembangkan dalam pendidikan.

Peranan seorang guru sangat penting dalam memacu semangat siswa, pada dasarnya dapat kita ketahui seorang murid dan murid yang lain mempunyai kemampuan yang sama dalam menerima pelajaran dari guru, hanya perlu metode khusus seorang  guru untuk menyampaikan materi kepada peserta didik.

Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan itu dapat dicapai setelah berbagai macam hal telah dilakukan baik itu dari segi penelitian kelas, metode penelitian hingga munculnya suatu solusi akan hal itu. Hasil dari dari karya ilmiah ini agar dapat menjadi sebagai acuan bahan pendidikan kedepan khusunnya bagi seluruh SD pada umumnya.

1.2.      Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.2.1         Apa saja peranan guru dalam proses belajar mengajar dan prinsip-prinsip umum metodologi pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar yang efektif?

           1.2.2         Bagaimana memilih metoda yang baik agar proses pembelajaran berjalan aktif, kreatif, efektif
           dan menyenangkan?

1.3.      Tujuan 

Karya ilmiah ini pada dasarnya mempunyai tujuan yang terbagi menjadi dua, yaitu tujuan teoritis dan tujuan praktis.
  1. Tujuan teoritis, yaitu untuk mengungkap dan menjelaskan metode pembelajaran kelas yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
  2. Tujuan praktis, mengambarkan secara singkat  bagaimana metode pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan tersebut.

1.4.      Metodologi Penulisan

Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode :
1.4.1. Studi Pustaka
Metode penulisan gunakan dalam karya ilmiah ini adalah metode studi literatur, yaitu dengan mencari dan menelaah berbagai bahan referensi yang berkaitan dan mendukung terhadap upaya penyusunan karya ilmiah ini.

1.5.      Sistematika Penulisan

Karya ilmiah ini tersusun dalam kerangka penulisan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan     
         yang terdiri atas : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan, Metodologi Penulisan serta
         Sistematika Penulisan.
Bab II Pembahasan
         yang terdiri atas : peran guru dalam proses belajar mengajar dan prinsip-prinsip umum metodologi
         pengajaran dan kondisi belajar mengajar yang efektif.
Bab III Penutup
         yang terdiri atas : kesimpulan dan saran yang hendak penulis sampaikan. 




  

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Peran Guru Dalam Proses Belajar Mengajar dan Prinsip-Prisip Umum Metodologi Pengajaran 
2.1.1. Peran guru  
Peranan dan kompetensi guru  dalam proses belajar-mengajar  meliputi banyak hal  antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing pengatur  lingkungan,  partisipan,  perencana, supervisor, motivator, dan konselor.yang ingin dikemukakan disini ialah  peranan yang dianggap  paling domonan dan paling diklasifikasikan sebagai berikut :

1.      Guru sebagai demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, atau pengajar guru hendaknya senantiasa mengusai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya  dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya  karena hal ini sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Juga seorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam merumuskan tujuan pembelajaran, memahami kurikulum, dan dia sendiri  sebagai sumber belajar terampil dalam memberikan informasi kepada kelas. sebagai pengajar ia pun harus membantu perkembagan anak didik untuk dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan.  Untuk itu hendaknya guru mampu memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan. Akhirnya seorang guru akan dapat memainkan peranannya sebagai pengajar  dengan baik bila ia menguasai dan mampu melaksanakan keterampilan-ketarampilan mengajar.

2.      Guru sebagai pengelola kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan  sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan-pengawasan lingkungan itu  turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan.

Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam  kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat alat belajar,  menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

3.      Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tenang  tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar-dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran disekolah.

Sebagai Mediator  guru pun menjadi perantara dalam hubungan antar manusia. Untuk keperluan itu guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang beriteraksi dan berkomunikasi. Tujuannya guru agar dapat menciptakan secara maksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru. Yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan gaya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan positif dengan para siswa.

Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang  pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah, ataupun surat kabar.

4.      Guru sebagai evaluator
Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, akan kita ketahui bahwa setiap bentuk pendidikan orang selalu mengadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu  selama satu  periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.

Demikian pula dalam satu kali proses belajar-mengajar  guru hendaknya guru menjadi seorang evaluator  yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk  mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat, semua pernyataan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian.

Dengan demikian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan  metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa didalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian  guru dapat diklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik dikesannya jika dibandingkan dengan teman-temannya. Jadi , jelaslah bahwa guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaiaan karena, dengan penilaian guru dapat mengetahi prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses mengajar.

2.1.2.   Prinsip-Prinsip Metodologi  Pengajaran


1.      Didaktik, Metodik, dan Metodologi
A.  Sebelum membicarakan  pengertian metodologi terlebih dahulu perlu dibicarakan  pengertiaan di Didaktik, Metodik, dan metodologi. Istilah didaktif berasal dari bahasa yunani yaitu : didastikas yang berarti pandai mengajar.dengan demikian yang dimaksud dengan didaktif yaitu ilmu yang membicarakan atau memberikan prinsip tentang cara-cara menyampaikan bahan pelajaran, sehingga dikuasai dan dimeliki oleh peserta didik. Dengan kata lain ilmu tentang mengajar  dan belajar , tegasnya suatu ilmu tentang guru mengajar dan peserta didik belajar.

Prinsip-prinsip itu berlaku bagi semua mata pelajaran, apakah biologi, Pendidikan Agama Islam, psikologi, geografi, dan sebagainya. Jadi didaktik umum ialah ilmu yang membicarakan tentang bagaimana proses pembelajaran pada umumnya yang berlaku untuk tiap-tiap mata pelajaran dan bahan pelajaran. Didaktik umum ini seruing juga disebut “ilmu pelajaran umum “ atau “ilmu mengajar secara umum”. Didaktif khusus menbicarakan tentang cara mengajar bidang studi tertentu dimana prinsip didaktik umum di gunakan. Didaktik khusus perlu sebab setiap bidang studi mempunyai ciri-ciri khas yang berlainan. Didaktik khusus disebut juga metodik.

B.     Pengertian Metodik
Metodik berasal dari bahasa Yunani yaitu metha berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara. Karena itu, metodik berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu atau dengan perkataan lain metodik ialah ilmu tentang cara yang harus dilalui dalam proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya, metodik membaca, metodik menghitung, metodik menulis dan sebagainya.

Metodik dapat pula dibagi kedalam dua macam yaitu: (1) metodik umum, dan (2) metodik kusus.  Metodik umum membicarakan cara mengajar pada setiap mata pelajaran pada umumnya, seperti : cara mengajar bahasa, sejarah, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya. Dibicarakan juga sebagai metode mengajar yang dapat digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran. Metodik khusus, membicarakan bagaimana menyajikan bahan pelajaran tertentu kepada peserta didik tertentu. Misalnya: metode khusus mengajarkan mata pelajaran SD, berbeda pula tentunya untuk tingkat SLTP dan SMA, serta perguruan tinggi.

C.     Pengertian Metodologi Pengajaran
            Istilah metodologi pengajaran terdiri atas dua kata yaitu, “metodologi” dan “pengajaran”. “metodologi” terdiri pula atas: “metoda” dan “logi”. “logi” berasal dari kata logos yang berarti “ilmu”. Jadi, metodologi ialah suatu ilmu yang membicarakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan atau menguasai kompetensi tertentu. Sedangkan pengajaran adalah proses penyajian atau bahan pelajaran yang disajikan. 

Dengan demikian metodologi pengajaran berarti suatu ilmu yang membicarakan tentang jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi tertentu yang dirumuskan dalam silabus mata belajaran. 

Metodologi pengajaran tidak akan ada artinya kalau tidak dilaksanakan dalam praktek pendidikan. Pelaksanaan metodologi pendidikan itu dalam pendidikan itu dalam pendidikan disebut “metode mengajar”.

2.1.3.   Dasar-Dasar Metode Pendidikan
Metode pendidikan dalam penerapannya banyak menyambut permasalahan individual atau sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri, sehingga dalam menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab metode pendidikan itu hanyalah merupakan sarana atau jalan menuju pendidikan sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dalam hal ini tidak bisa terlepas dasar agamis, biologis, psikologi dan sosiologis.
1.      Dasar Agama
Dasar agama merupakan salah satu dasar metode pendidikan dan pengajaran oleh pendidik. Agama tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan metode pendidikan.. Sehingga segala penggunaan dan pelaksanaan metode pendidikan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan itu sendiri.
2.      Dasar Biologis
Perkembangan jasmani (biologis) seorang juga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap dirinya. Seorang yang menderita cacat jasmani akan mempunyai kelemahan dan kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang yang normal, misalnya seorang yang mempunyai kelainan pada matanya (rabun jauh), maka dia cenderung untuk menduduki bangku barisan depan karena dia berada didepan, maka dia tidak dapat bermain-main pada waktu guru memberikan pelajarannya sehingga dia memperhatikan seluruh uraian guru. Karena hal itu berlangsung terus menerus, maka dia akan mempunyai pengetahuan lebih dibanding dengan teman lainnya apalagi dia termotivasi dengan kelainan mata tersebut.
Berdasarkan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa perkembangan jasmani dan kondisi jasmani itu sendiri, memang peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik harus memperhatikan kondisi biologis peserta didik. Seorang peserta didik yang cacat akan berpengaruh terhadap prestasi peserta didik, baik pengaruh positif maupin negatif. Hal ini memberikan hikmah dan penciptaan Tuhan, maka dengan harapan besar pendidik dapat memberikan pengertian secukupnya pada peserta didiknya untuk menerima penciptaan Allah yang sedemikian rupa.
3.      Dasar Psikologis
Metode pendidikan baru dapat diterapkan secara efektif, bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis pesert didik. Sebab perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap intermalisasi nilai dan transformasi ilmu, menyebabkan transformasi ilmu pengetahuan dan intermalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Perkembangan psikologis seseorang berjalan sesuai dengan perkembangan biologisnya, sehingga seorang pendidik dalam menggunakan metode pendidikan bukan saja memperlakukan psikologisnya juga biologisnya. Karena seseorang yang secara biologis menderita cacat, maka secara psikologis dia akan merasa tersiksa karena ternyata dia merasakan bahwa teman-temannya tidak mengalami seperti apa yang dideritanya. Dengan memperhatikan hal yang demikian ini seorang pendidik baru jeli dan dapat membedakan kondisi jiwa peserta didik, karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sama.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik disamping memperhatikan kondisi jasmani peserta didik juga perlu memperhatikan kondisi jiwa atau rohaniyah, sebab manusia pada hakekatnya terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani yang kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Kondisi psikologis yang menjadi dasar dalam metode pendidikan berupa sejumlah kejuatan psikologis peserta didik termasuk motivasi, emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan kecakapan akal (intelektualnya). Dengan demikian seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi psikologis yang ada pada peserta didik.
4.      Dasar Sosiologi
Interaksi yang terjadi antara sesama peserta didik dan interaksi antara guru dan peserta didik merupakan interaksi timbal balik yang kedua belah pihak akan saling memberikan dampak positif pada keduanya. Dalam kenyataan secara sosiologi seseorang individu dapat memberikan pengaruh pada lingkungan sosial masyarakat dan begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik dalam berinteraksi dengan peserta didiknya hendaknya memberikan tauladan dalam proses sosialisasi dengan pihak lainnya, seperti dikala berhubungan dengan peserta didik, sesama guru, karyawan, dan kepala sekolah. 
Interaksi pendidikan yang terjadi dalam masyarakat justru memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan peserta didik dikala ia berada dilingkungan masyarakat. Kadang-kadang interaksi atau pengaruh dan masyarakat tersebut berpengaruh pula terhadap lingkungan kelas dan sekolah.
Salah satu sifat pendidikan adalah proses pewarisan nilai budaya yang masyarakat dari satu generasi kepada generasi berikutnya atau oleh pihak yang lebih tua kepada yang lebih muda. Dalam interaksi sosiologi terjadi pula proses pembelajaran. Dan diharapkan agar pendidik mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai tersebut kepada peserta didik dengan memperhatikan perkembangan kebudayaan dan peradapan yang muncul selanjutnya. 
Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa dasar penggunaan sebuah metode pendidikan Islam salah satunya adalah dasar sosiologis, baik dalam interaksi yang terjadi antara peserta didik dengan peserta didik, guru dengan peserta didik, guru dengan masyarakat, dan peserta didik dengan masyarakat bahkan diantara mereka semua dengan pihak pemerintah. Dengan dasar di atas, seorang pendidik dalam menginternalisasikan niali yang sudah ada dalam masyarakat diharapkan dapat menggunakan metode pendidikan Islam agar pross pembelajaran tidak menyimpang jauh dari tujuan pendidikan Islam itu sendiri.
2.1.4.   Prinsip-Prinsip Metode Mengajar Agar efektif, maka setiap metode pengajar harus memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Metode tersebut harus memanfaatkan teori kegiatan mandiri. Pada dasarnya belajar itu berwujud mengalami, memberi reaksi, melakukan dan menurut prinsip ini seorang belajar melalui reaksi atau melalui kegiatan mandiri yang merupakan landasan dari semua pembelajaran. Dengan kata lain peserta didik banyak memperoleh pengalaman belajar.
  2. Metode tersebut harus berasal dari apa yang sudah diketahui peserta didik. Memanfaatkan pengalaman lampau peserta didik yang mengandung unsur-unsur yang sama dengan unsur-unsur materi pembelajaran yang dipelajari akan melancarkan pembelajaran. Hal tersebut dapat dicapai dengan sangat baik melalui korelasi dan perbandingan.
  3. Metode tersebut harus didasarkan atas teori dan praktek yang terpadu dengan baik yang bertujuan menyatukan kegiatan pembelajaran. Ilmu tanpa amal (praktek) seperti pohon tanpa buah.
  4. Metode tersebut harus memperhatikan perbedaan-perbedaan individual dan menggunakan prosedur-prosedur yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi seperti kebutuhan, minat serta kematangan mental dan fisik.
  5. Metode harus merangsang kemampuan berfikir dan nalar para peserta didik. Prosedurnya harus memberikan peluang bagi kegiatan berfikir dan kegiatan pengorganisasian yang seksama. Prinsip kegiatan mandiri sangat penting dalam mengajar peserta didik untuk nalar.
  6. Metode tersebut disesuaikan dengan kemajuan peserta didik dalam hal ketrampilan, kebiasaan, pengetahuan, gagasan, dan sikap peserta didik, karena semua ini merupakan dasar dalam psikologi perkembangan.
  7. Metode tersebut harus menyediakan bagi peserta didik pengalaman-pengalaman belajar melalui kegiatan belajar yang banyak dan bervariasi. Kegiatan-kegiatan yang banyak dan bervariasi tersebut diberikan untuk memastikan pemahaman.
  8. Metode tersebut harus menantang dan memotivasi peserta didik kearah kegiatan-kegiatan yang menyangkut proses deferensiasi dan intregrasi. Proses penyatuan pengalaman sangat membantu dalam terbentuknya tingkah laku terpadu. Ini paling baik dicapai melalui penggunaan metode pengajaran terpadu.
  9. Metode tersebut harus memberi peluang bagi peserta didik untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Dan memberi peluang pada guru untuk menemukan kekurangan-kekurangan agar dapat dilakukan perbaikan dan pengayaan.
2.1.5.   Faktor-Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Memilih Metode Mengajar
  1. Tujuan yang hendak dicapai
Setiap orang yang mengerjakan sesuatu haruslah mengetahui dengan jelas tujuan yang hendak dicapai. Demikian juga setiap guru yang pekerjaan pokoknya mendidik dan mengajar haruslah mengerti dengan jelas tujuan pendidikan. Pemahaman akan tujuan pendidikan ini mutlak perlu sebab tujuan itulah yang akan menjadi sasaran dan menjadi pengarahan tindakan-tindakannya dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Disamping menjadi sasaran dan menjadi pengarah, tujuan pendidikan dan pengajaran juga berfungsi sebagai kriteria bagi pemilihan dan penentuan alat-alat (termasuk metode) yang akan digunakannya dalam mengajar.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran kita mengenal adanya tujuan umum, tujuan sementara, tujuan tak lengkap dan tujuan khusus. Tujuan umum pendidikan yang juga disebut tujuan akhir pendidikan adalah sesuatu yang menjadi sasaran dari keseluruhan kegiatan mendidik dan mengajar. Tujuan umum itu perlu dijabarkan menjadi tujuan khusus sebab dengan demikian guru akan mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapainya itu dan guru akan dapat pula mempersiapkan alat-alat apa yang akan dipakainya serta metode yang tepat akan digunakannya.
            2.      Peserta Didik
Para peserta didik yang akan menerima bahan pelajaran yang disajikan, harus pula diperhatikan oleh guru dalam memilih metode mengajar. Ini perlu sebab metode mengajar itu ada yang menuntut pengetahuan dan kecekatan tertentu misalnya Metode Diskusi menuntut pengetahuan yang cukup banyak (supaya peserta diskusi dapat mengetahui serta menilai benar atau salahnya sesuatu pendapat yang dikemukakan peserta lain) dan penguasaan bahasa serta ketrampilan mengemukakan pendapat. Demikian pula Metode Ceramah menuntut penguasaan bahasa pasif dari peserta didik sebab ia (peserta didik).
Selain tuntutan (syarat-syarat dari metode tertentu yang harus dipenuhi oleh peserta didik) dari metode mengajar tersebut diatas, penggunaan sesuatu metode mengajar haruslah sesuai dengan kemampuan, perkembangan serta kepribadian para peserta didik.
            3.      Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran yang menuntut kegiatan penyelidikan oleh peserta didik hendaknya disajikan melalui metode unit atau metode proyek. Apabila bahan pelajaran mengandung problem-problem, harus disajikan melalui metode pemecahan masalah. Bahan pelajaran yang berisi fakta-fakta dapat disajikan misalnya melalui metode ceramah, sedangkan bahan pelajaran yang terdiri dari latihan-latihan (misalnya ketrampilan-ketrampilan) disajikan melalui Metode Drill dan sebagainya.
            4.      Fasilitas
Yang termasuk dalam factor fasilitas ini antara lain alat peraga, waktu, tempat dan alat-alat praktikum, buku-buku, dan perpustakaan. Fasilitasi ini turut menentukan menentukan metode mengajar yang akan dipakai oleh guru. Pengaruh fasilitas dan pemelihan serta penentuan metoda ini sangat terasa dalam situasi dimana situasi demonstrasi dan eksperimen /percobaan.
Pada umumnya apabila fasilitas kurang atau tidak ada, maka guru cenderung menggunakan metode ceramah karena metode ini tidak menuntut fasilitas yang banyak (apabila dibandingkan dengan tuntutan metode diskusi atau metode demonstrasi dan eksperimen).
            5.      Situasi
Yang termasuk dalam situasi disini ialah keadaan peserta didik (yang menyangkut kelelahan mereka, semanga mereka), keadaan cuaca, keadaan guru  (kelelahan guru) keadaan kelas-kelas yang berdekatan dengan kelas yang akan diberi pelajaran dengan metode tertentu.
Apabila peserta didik telah lelah(yang diajar dengan metode ceramah) maka guru sebaiknya mengganti metode mengajarnya misalnya metode sosiodarma. Demikian pula apabila guru melihat bahwa para peserta didik sedang bersemangat (dalam membicarakan peristiwa dalam masyarakat) maka guru menggunakan metode diskusi. Apabila kelas disekitar kelas sedang ribut, maka sebaiknya guru menggunakan metode pembrian tugas atau metode tanya jawab (sebab metode ini menuntut kosentrasi peserta didik).
            6.      Partisipasi
Partisipasi adalah turut aktif dalam suatu kegiatan. Apabila guru ingin agar para peserta didik turut aktif  sama merata dalam suatu kegiatan, guru tersebut tentunya akan menggunakan metode kerja kelompok. Demikian pula apabila para peserta didik di kehendakai turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan ilmiah, misalnya mengumpulkan data yang kemudian disajikan dalam pembahasan ilmiah maka tentunya guru akan mengunakan metode unit atau metode seminar.
            7.      Guru
Diatas sudah dikemukakan bahwa metode mengajar menurut syarat-syarat yang perlu diperbaharui misalnya tiap guru yang akan mengunakan metode tertentu ia harus mengetahui tentang metode itu( misalnya jalannya pengajaran serta kebaikan dan kelemahannya, situasi-situasi yang tepat dimana metode itu efektif dan wajar) dan terampil menggunakan metode itu. Guru yang bahasanya kurang baik (kurang dapat berbahasa lisan dengan baik) dan tidak bersemangat  dalam berbicara, kurang pada tempatnya apabila ia menggunakan metode ceramah. Guru yang tidak mengetahui seluk beluk tentang metode proyek, tentang metode unit, tidak akan memilih metode-metode tersebut dalam menyajikan bahan pelajaran.
Dari apa yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa pribadi, pengetahuan dan kecekatan guru amat menentukan metode mengajar yang akan digunakan. Setiap metode mempunyai kebaikan dan kelemahan. Dengan sifatnya yang polipragmasi, guru perlu mengetahui kapan suatu metode tepat digunakan dan kapan harus digunakan kombinasi dari metode-metode. Guru hendaknya memilih metode yang paling banyak mendatangkan hasil.
2.2.   Kondisi Belajar Mengajar Yang Efektif
Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswa yang memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-perubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, stategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai pengelola proses belajar mengajar, bertindak selaku fasilisator yang berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif sehingga memungkinkan proses belajar mengajar, mengembangkan bahan pelajaran deangan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai.
Untuk memenuhi hal tersebut diatas guru dituntut mampu mengelola proses belajar mengajar yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga ia mau belajar karena memang siswalah subjek utama dalam belajar. Dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif setidaknya ada lima jenis variabel yang menentukan keberhasilan belajar siswa, sebagai berikut :
A.  Melibatkan Siswa Secara Efektif
Mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mampu belajar. ”Teaching is the guidance of learning activities, teaching is for purpose of aiding the pupil learn” demikian menurut William Burton. Dengan demikian, aktivitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa yang seharusnya banyak aktif, sebab siswa sebagai subjek didik adalah yang merencanakan dan ia sendiri yang melaksanakan belajar.
Pada kenyataannya di sekolah-sekolah seringkali guru yang aktif sehingga siswa tidak diberi kesempatan untuk aktif. John Dewey, sebagai tokoh pendidikan mengemukakan pentingnya prinsip ini melalui metode proyeknya dengan semboyan learning by doing. Bahwa jauh sebelumnya para tokoh pendidikan lainnya seperti Rousseau, Pestalozi, Frobel dan Montessory telah mendukung prinsip-prinsip aktivitas dalam pengajaran ini. Aktivitas belajar siswa yang dimaksud disini adalah aktivitas jasmaniah maupun aktivitas mental. Aktivitas belajar siswa dapat digolongkan ke dalam beberapa hal, seperti:
1. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen dan demonstrasi.
2.    aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, menyanyi.
3.    Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah dan mengajar.
4.    Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari dan melukis.
5.    Aktivitas menulis (writting activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.

Setiap jenis aktivitas tersebut diatas memiliki kadar atau bobot yang berbeda bergantung pada segi tujuan mana yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Yang jelas, aktivitas kegiatan belajar siswa hendaknya memiliki kadar atau bobot yang lebih tinggi. Berikut ini dikemukakan sistem belajar mengajar yang efektif dan efisien, yakni dengan model Active Learning.
Secara harfiah Active Learning dapat diartikan sebagai sistem belajar mengajar yang menekankan keaktufan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional untuk memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara kognitif, efektif dan psikomotor. Pemusatan proses belajar mengajar pada diri anak bukan merupakan hal yang baru. Sejak tahun 1891 G.Stranley Hall telah mencanangkan bahwa anak didik merupakan subjek yang utama dalam pendidikan dan anak bukanlah miniatur manusia dewasa. 
Dalam kehidupan disekolah sering terjadi anak didik itu masih diperlukan sebagai objek didik yang seolah-olah dapat dibentuk sekehendak pendidik dan dianggap mempunyai kemampuan yang sama. Oleh karena itu, guru harus pandai menyuapi sekian banyak anak pada waktu yang sama dengan makanan pengetahuan yang telah diolah dan dimasak oleh guru sendiri. Dalam hal ini anak tinggal menelannya tanpa proses bahwa makanannya itu pahit, manis, atau basi sekalipun. Hal inilah yang mendorong para tokoh pendidikan untuk mengembangkan Active Learning yang pada dasarnya merupakan pengembangan metode yang berpusat pada anak didik.
Active Learning merupakan konsep yang tidak mudah didefinisikan secara sebab sebenarnya semua cara belajar itu mengandung unsur keaktifan pada diri anak didik meskipun kadar keaktifannya itu berbeda-beda. Keaktifan dapat muncul dalam berbagai bentuk, bahkan keaktifan anak yang tidak kurang pentingnya yang sulit yang diamati oleh orang lain. Akan tetapi, semua itu harus dikembalikan kepada suatu karakteristik keaktifan dalam Active Learning, yaitu keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan, asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan, perbuatan serta pengalaman langsung terhadap balikannya (feedback) dalam pembentukan keterampilan dan penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap. Dengan kata lain, keaktifan siswa dalam  Active Learning menunjukkan pada keaktifan mental meskipun untuk mencapai maksud ini dalam banyak hal dipersyaratkan keterlibatan langsung dalam berbagai keaktifan fisik.
Sebagaiman telah dikemukakan, cara apa saja yang digunakan pada waktu belajar mengandung unsur keaktifan pada diri siswa meskipun kadarnya berbeda-beda. Untuk dapat mengukur kadar keaktifan siswa dalam belajar, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat dari para pakar Active Learning.
1.    Mc. Keachie (Student Centered Versus Intruktor-Centered Instruction, 1954) mengemukakan tujuh dimensi dalam proses belajar mengajar di mana terdapat variasi kadar Active Learning sebagai berikut:
1)  Partisipasi siswa dalam menentukan tujuan kegiatan belajr mengajar,
2)  Penekanan pada aspek efektif dalam pengajaran,
3)  Partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar utama yang berbentuk interaksi antar siswa.
4)  Penerimaan guru terhadap perbuatan dan sumbangan siswa yang kurang relevan atau yang salah,
5)  Keeratan hubungan kelas sebagai kelompok,
6)  Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan yang penting dalam kegiatan di sekolah,
7)    Jumlah waktu yang digunakan untuk menangani masalah pribadi siswa, baik yang berhunbungan ataupun yang tidak berhubungan dengan pelajaran.

           2. K. Yamamoto (Many Faces of Teaching, 1969) melihat kadar keaktifan siswa itu dari segi
           intensionalitas atau kesengajaan dari peran serta kegiatan oleh kedua pihak (siswa dan guru) dalam 
           proses belajar mengajar. Yamamoto membedakan keaktifan yang direncanakan secara sengaja         
        (intensional), keaktifan yang dilakukan sewaktu-waktu (insidental), dan sama sekali tidak ada keaktifan
           dari kedua belah pihak. Ia mengemukakan sembilan derajat kadar keaktifan siswa yang digambarkan
            dalam diagram.
3. H.O.Lingren (Education Psychology in the Classroom,1976) melukiskan kadar keaktifan siswa itu dalam interaksi di antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa lainnya. Apabila kita perhatikan suasana kelas pada waktu terjadi kegiatan instruksional, akan tampak komunikasi yang beraneka ragam. Dalam hal ini Lingren mengemukakan empat jenis komunikasi atau interaksi yang mungkin terjadi antara guru dan siswa yaitu:
1) Komunikasi satu arah,
2) Ada balikan bagi guru tetapi tidak ada interaksi diantara siswa,
3) Ada balikan bagi guru dan terjadi interaksi antar siswa,
4) Interaksi optimal antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya.

Cara lain untuk memperbaiki dan meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam belajar adalah sebagai berikut:
Cara memperbaiki keterlibatan kelas
1) Abdikanlah waktu yang lebih banyak untuk kegiatan-kegiatan belajar mengajar
2) Tingkatkan partisipasi siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar dengan menuntut respon yang aktif dari siswa. Gunakan berbagai teknik mengajar, motivasi, serta penguapan (reinforcement)
3) Masa transisi antara berbagai kegiatan dalam mengajar hendaknya dilakukan secara cepat dan luwes.
4) Berikanlah pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai.
5) Usahakan agar pengjaran dapat lebih menarik minat siswa, untuk itu guru harus mengetahui minat siswa dan mengaitkannya dengan bahan dan prosedur pengajaran.
Cara meningkatkan keterlibatan siswa
1) Kenalilah dan bantulah anaka-anak yang kurang terlibat, selidiki apa yang menyebabkannya dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan partisipasi anak tersebut.
2) Siapkanlah siswa secara tepat, persyaratan awal apa yang diperlukan anak untuk mempelajari tugas belajar yang baru.
3)    Sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa, hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk berperan secara aktif dalam kegiatan belajar.
Setiap guru tahu bahwa keterlibatan anak secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan agar belajar menjadi efektif dan dapat mencapai hasil yang diinginkan. Untuk itu hendaknya guru berusaha menciptakan kondisi ini sebaik-baiknya dengan berbagai cara yang telah dikemukakan terlebih dahulu.
B.  Menarik Minat dan Perhatian Siswa
Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab dengan minat seseorang akan melakukan suatu yang diminatinya. Sebaliknya, tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Misalnya, seseorang anak menaruh minat terhadap bidang kesenian, maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih banyak tentang kesenian.
Keterlibatan siswa dalam belajar erat kaitannya dengan sifat-sifat siswa, baik yang bersifat kognitif seperti kecerdasan dan bakat maupun yang bersifat efektif seperti motifasi, rasa percaya diri, dan minatnya. William James (1890) melihat bahwa minat siswa merupakan derajat keaktifan belajar siswa. Jadi, efektif merupakan faktor yang menentukan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar.
Mengingat pentingya minat dalam belajar, seseorang tokoh pendidikan lainnya dari Belgia yakni Ovide Decroly (1871-1932), mendasarkan sistem pendidikan pada pusat minat yang pada umumnya dimiliki oleh setiap orang. Yaitu minat terhadap makanan, pelindungan terhadap pengaruh iklim (pakaian dan rumah), mempertahankan diri terhadap bermacam-macam bahaya dan musuh, bekerja sama dalam olah raga. Musell dalam bukunya Succesful Teaching, memberikan suatu klasifikasi yang berguna bagi guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa. Ia mengemukakan 22 macam minat yang diantaranya ialah bahwa anak memiliki minat terhadap belajar. Dengan demikian, pada hakikatnya setiap anak berminat terhadap belajar dan guru sendiri hendaknya berusaha membangkitkan minat anak terhadap belajar.
Perhatian bersifat lebih sementara dan adanya hubungannya dengan minat. Perbedaannya adalah minat sifatnya menetap sedangkan perhatian sifatnya sementara, adakalanya menghilang. Misalnya seorang anak sedang belajar diruang depan tiba-tiba adiknya menangis, ia segera mendekatinya. Hilanglah perhatian anak itu terhadap belajar, sesudah adiknya dia ia mulai lagi memusatkan perhatiannya terhadap belajar. Bila tidak ada perhatian ia tidak mungkin dapat belajar. Jadi, perhatian itu sebenarnya hilang sebentar timbul kembali sedangkan minat selalu atau tetap ada.
Apabila kita perhatikan dalam kegiatan belajar mengajar akan didapat dua macam tipe perhatian, yaitu:
1.    Perhatian terpusat (terkonsentrasi)
Perhatian terpusat hanya tertuju pada satu objek saja, apapun yang terjadi disekitar itu tidak diperkatikannya dan ia terus belajar. Dalam kegiatan belajar dikelas, seorang siswa hendaknya menggunakan perhatian terpusat pada pelajaran sehingga pelajaran yang diterimanya dapat dipahami dengan baik. Oleh karena itu, guru berusaha untuk memusatkan perhatian siswa terhadap apa yang disampaikannya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat peraga pengajaran dalam penyajian materi pelajaran kepada anak didiknya.
            2.    Perhatian Terbagi (tidak terkonsentrasi)
Perhatian tertuju kepada berbagai hal atau objek secara sekaligus, misalnya seorang guru yang sedang mengajar memperhatikan bahwa pelajarannya, memperhatikan siswa yang dihadapinya dan juga memperhatikan apa yang sedang diucapkannya. Dengan demikian, guru tidak hanya memperhatikan pelajarannya tetapi juga harus memperhatikan segala sesuatu yang terjadi disekitarnya.
C.  Membangkitkan Motivasi Siswa
Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tetentu.
          Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga ia mau melakukan belajar. Motivasi  dapat timbul dari individu dan dapat pula timbul akibat adanya pengaruh dari luar dirinya. Hal ini akan diuraikan sebagai berikut:
1)    Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa adanya paksaan dorongan dari orang lain, tetapi atas kemampuan sendiri. Misalnya anak mau belajar karena ingin memperoleh ilmu pengetahuan dan ingin menjadi orang berguna bagi nusa, bangsa, dan negara. 
2)    Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga belajar. Misalnya seorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama di kelasnya.
Untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, guru hendaknya berusaha dengan berbagai cara. Berikut ini ada beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi intrinsik.
a) Kompetisi (persaingan), guru berusaha menciptakan persaingan diantara siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain
b) Pace moking (membuat tujuan sementara atau dekat), pada awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa yang akan dicapainya TIK sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai TIK tersebut.
c) Tujuan yang jelas, Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan makin besar nilaitujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakukan suatu perbuatan.
d) Kesempurnaan untuk sukses, kesuksesan dapat menimbulkan kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha sendiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
e) Minat yang besar, Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
f) Mengadakan penilaian atau tes, pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujua memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa siswa yang tidak belajar bila tidak akan ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
D.  Prinsip Individu
Salah satu masalah utama dalam pendekatan belajar mengajar ialah masalah individual. Setiap guru memahami bahwa tidak semua siswa dapat mempelajari apa-apa yang ingin dicapai oleh guru. Biasanya perbedaan individual itulah yang lalu dijadikan kambing hitam. Jarang sekali guru menjelaskan bahwa ketidak mampuan siswa dalam belajar itu merupakan akibat dari kelemahan guru dalam mengajar.
Menurut Bloom (1976), jika guru memahami persyaratan kognitif dan ciri-ciri sikap yang diperlukan untuk belajar seperti minat dan konsep diri pada diri siswa-siswanya, dapat diharapkan sebagain terbesar siswa akan dapat mencapai taraf prnguasaan sampai 75% dari yang diajarkan. Oleh sebab itu, hendaknya guru mampu menyesuaikan proses belajar mengajar dengan kebutuhan-kebutuhan siswa secara individual tanpa harus mengajar siswa secara individual.
Pengajaran individual  bukanlah semata-mata pengajaran yang hanya ditujukan kepada seorang saja, melainkan dapat saja ditujukan kepada sekelompok siswa atau kelas, namun dengan mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan siswa sehingga pengajaran itu memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal. Sistem pengajaran modem sudah mulai meninggalkan sistem klasikal (sejumlah siswa pada tempat dan waktu yang sama mendapatkan pelajaran yang sama pula) seperti yang telah kita lakukan sekarang ini. Tokoh-tokoh pendidikan sejak zaman dahulu seperti Maria Montessory, Peterson, dan Miss Helen Parkhurst. Mengecam sistem pendidikan klasikal. Mereka menekankan sistem pendidikan berdasarkan pendekatan individualis sehingga mereka sendiri mendirikan sekolah Montessory (Maria Montessory), sekolah Dalton (Miss Helen Parkhurst) dan sekolah Jene (Peterson) yang semuanya menekankan asas individualitas. Pengajaran diberikan sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa.
Indonesia sekarang ini belum dapat melajsanakan sistem pendidikan individualitas secara murni mengingat adanya berbagai keterbatasan, baik waktu, biaya, peralatan, maupun sumber-sumber lainya. Bahkan bila guru hanya melayani seorang siswa pun ia tidak dapat melaksanakan semua kebutuhan siswanya itu. Demgam ini maka kita masih menggunakan sistem pelajaran klasik dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan individualitas tersebut.
E.   Peragaan dalam Pengajaran
Alat peraga pengajaran teaching aids atau audiovisual aids (AVA) adalah alat-alat yang digunakan guru ketika mengajar untuk membantu meperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa. Pengajaran yang menggunakan banyak verbalisme tentu akan segera membosankan, sebaliknya pengajaran akan lebih menarik dan mengerti pelajaran yang diterimanya.
Belajar yang efektif harus mulai dengan pengalaman langsung atau pengalaman konkret dan menuju kepada pengalaman yang lebih abstrak. Belajar akan lebih efektif jika dibantu dengan alat peraga pengajaran dari pada bila siswa belajar tanpa dibantu dengan alat pengajaran. Penggunaan alat peraga pengajaran hendaknya memperhatikan :
Nilai atau Manfaat Media Pendidikan. Media pendidikan yang disebut audiovisual aigs menurut  Encyclopedia of Education Research memiliki nilai sebagai berikut:
1.   Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berfikir. Oleh karena itu, mengurangi verbalisme (tahu istilah tetapi tidak tahu arti, tahu nama tetapi tidak tahu bendanya)
2.    Memperbesar perhatian siswa
3.    Membuat pelajaran lebih menetap atau tidak mudah dilupakan
4.  Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan para siswa
5.    Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu
6.    Membantu tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan kemampuan bahasa
Manfaat selain yang tersebut diatas adalah:
1.    Sangat menarik minat siswa dalam belajar
2.    Mendorong anak untuk bertanya dan berdiskusi karena ia ingin dengan banyak perkataan, tetapi dengan memperhatikan suatu gambar benda yang sebenarnya atau alat-alat lain.
3.    Pemilihan Alat Peraga
William Burton memberikan petunjuk bahwa dalam memilih alat peraga yang akan digunakan hendaknya kita memperhatikan hal-hal berilut:
1.    Alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa serta perbedaan individual dalam kelompok
2.    Alat yang dipilh harus tepat, memadai, dan mudah digunakan
3.    Harus direncanakan dengan teliti kelanjutannya seperti dengan diskusi, analisis, dan evaluasi.
4.    Sesuai dengan batas kemampuan biaya
5.    Petunjuk Penggunaan Alat Peraga
Kenneth H. Hoover memberikan beberapa prinsip tentang penggunaan alat audiovisual sebagai berikut:
1.    Tidak ada alat yang dianggap paling baik
2.    Alat-alat tertentu lebih tepat dari pada yang lain berdasarkan jenis pengertian atau dalam hubungannya dengan tujuan
3.    Audiovisal dan sumber-sumber yang digunakan merupakan bagian integral dari pengajaran
4.    Perlu diadakan persiapan yang seksama oleh guru dan siswa mengenali alat audiovisual
5.    Siswa menyadari tujuan alat audiovisual dan merespon data yang diberikan
6.    Perlu diadakan kegiatan lanjutan
7.    Alat audiovisual dan sumber-sumber yang digunakan untuk menambah kemampuan komunikasi memungkinkan belajar lebih karena adanya hubungan-hubungan.
     Demikian beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam penggunaan alat peraga pengajaran sehingga kegiatan belajar mengajar akan tetapi lebih efektif jika dibandingkan hanya dengan penjelasan lisan.





BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
3.1.1. Dari uraain tersebut penulis mengambil beberapa kesimpulan yang diterapkan, yaitu model  pengajaran keaktifan, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan, adalah hasil penelitian, dan dapat membantu para guru dalam menyampaikan materi yang akan disampaikan.
3.1.2. Dari uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa kondisi belajar mengajar yang efektif setidaknya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa yaitu dengan melibatkan siswa secara efektif, menarik minat dan perhatian siswa, membangkitkan motivasi siswa, prinsip individu, dan juga peragaan dalam pengajaran.

3.2.    Saran
3.2.1        Dalam penyajian materi dalam penulisan ini agar dapat diteruskan kembali dan dapat lebih disempurnakan lagi bagi para pembaca.

3.2.2.      Dalam waktu yang panjang agar penulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan sebagaimana mestinya







DAFTAR PUSTAKA


  
Hasan langgunung, Pendidikan dan Peradapan Islam, jakarta : pustaka Al-Alhusna , 1985

Hasan langgunung, Manusia dan pendidikan suatu analisis pisikologi, Jakarta : Alhusna, 1986

Anggoro toha, metode penelitian, jakarta , Universitas Terbuka
















1 komentar:

  1. Baccarat at your local casino – How to find
    When 바카라 사이트 큐어 벳 you have played in Baccarat, you want to know how to play with it. Learn about the rules of Baccarat from the British casino.

    BalasHapus